ICT dalam Studi Ilmu Komunikasi

ICT dalam Studi Ilmu Komunikasi 
Ada beberapa upaya untuk menjelaskan kehadiran ICT dan dampaknya terhadap perubahan social di suatu wilayah. Dalam disiplin ilmu komunikasi, ICT lebih sering masuk dalam studi media. Sebagai media genre baru, sudah tentu tidak luput dari perhatian disiplin ilmu komunikasi, sehingga melahirkan apa yang disebut sebagai teori media baru. Pada tahun 1990, Mark Poster telah mempublikasikan buku The Second Media Age, yang mengakabarkan datangnya periode baru yaitu hadirnya teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, terutama sejak hadirnya internet, yang akan mengubah masyarakat. Jadi sudah sejak awal, para akademisi telah memprediksi bahwa kehadiran Internet akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap perubahan social. Ini berarti bahwa asumsi-asumsi yang berkembang pada periode sebelumnya, yaitu the first media age, akan banyak bertentangan dengan asumsi pada periode the second media age. 

The first media age telah diidentifikasi mempunyai cirri-ciri seperti: (1) produksi terpusat (satu untuk banyak); (2) komunikasi satu arah; (3) kontrol negara terhadap semuanya; (4) reproduksi stratifikasi social dan ketidakadilan melalui media; (5) khalayak media yang terfrakmentasi; dan (6) menentukan kesadaran social. Sedangkan the second media age sebaliknya, dapat didiskripsikan seperti: (1) desentralisasi; (2) komunikasi dua arah; (3) melawan control Negara; (4) demokratisasi; (5) mengedepankan kesadaran individual; dan (6) orientasi individual.

Terdapat dua perbedaan mendasar di antara kedua kategori teoretik tersebut. The first media age dalam melihat media lebih menekankan pada penyiaran, sedangkan the second media age menekankan pada jaringan. Yang pertama menekankan pendekatan interaksi social, sedangkan yang kedua menekankan pendekatan integrasi social. Pada pendekatan interaksi sosial, media dilihat dalam istilah bagaimana sesungguhnya hadir pada model interaksi secara tatap muka. Bentuk-bentuk media lama yang berorientasi pada penyiaran lebih menekankan transmisi informasi, yang mengurangi peluang interaksi (hypodermic system). Pada konteks demikian peran media adalah sebagai alat yang berfungsi untuk informasional dan karena itu realitasnya hanya untuk konsumen. Sedangkan media baru, sebaliknya, banyak interaksi dan menciptakan rasa baru komunikasi personal. 

Salah satu pandangan yang berusaha menjelaskan berkaitan dengan tema tersebut adalah pandangan Pierre Levy, yang begitu terkenal dalam bukunya Cyberculture. Levy melihat bahwa World Wide Web (www) adalah dunia yang terbuka, fleksibel, dan merupakan lingkungan informasi yang dinamik, yang membuat keberadaan manusia mampu mengembangkan orientasi baru terhadap ilmu pengetahuan, dan mendorong lebih banyak berinteraksi, community-base, dunia demokrasi yang saling memberdayakan. Internet mengembangkan tempat untuk bertemu secara virtual yang memperluas jaringan sosial ke seluruh dunia, menciptakan kemungkinan baru untuk pengetahuan, dan memberi peluang untuk berbagi perspektif secara lebih luas. . Tentu saja, media baru tidak sama persis dengan interaksi secara tatap muka, tetapi media baru tersebut mengembangkan bentuk-bentuk interaksi baru yang membawa kita kembali ke dalam kontak personal yang tidak dimiliki dan mampu dikerjakan oleh media lama. 

Cara kedua, di mana media dikaitkan dengan integrasi sosial. Pendekatan ini menggolongkan media bukan berkaitan dengan informasi, interaksi, atau diseminasi, tetapi berkaitan dengan ritual, atau bagaimana orang menggunakan media sebagai cara komunitas yang mencipta (way of creating community). Media terutama bukanlah instrumen informasi atau pun cara meraih kepentingan pribadi, tetapi lebih membimbing manusia hadir bersama dalam suatu bentuk dari komunitas dan menawarkan suatu rasa memiliki (sense of belong in). 

Peristiwa-peristiwa yang menggunakan media sebagai ritual itu, yang mungkin atau tidak mungkin terlibat interaksi. Menurut pandangan integrasi social, interaksi tidak terjadi dengan membutuhkan komponen intergrasi social melalui ritual. Kemudian, interaksi tatap muka tak selamanya merupakan standar emas atau garis dasar untuk membandingkan media komunikasi. Adakecenderungan manusia modern tidak berinteraksi begitu banyak dengan orang lain tetapi lebih banyak dengan media itu sendiri. Kita menggunakan media tidak banyak untuk mengatakan kepada kita tentang sesuatu yang lain, tetapi karena menggunakan media merupakan ritual self-contained yang mempunyai makna di dalam dan luar itu sendiri. Sebagai contoh, anda boleh mengunjungi Washington Post Online sebagaimana di homepage anda dan periksalah beberapa kali setiap hari, tidak begitu banyak sebab anda ingin tahu berita, tetapi karena anda mempunyai ritual tindakan atau artinya, anda mengunjungi home page itu sudah merupakan perilaku ritual, bukan karena anda ingin sesuatu sesuai dengan kepentingan anda. Bisa dianalogkan secara tidak sadar orang telah membangun executive routine atas suatu keahlian melalui rutinitas tindakan, dimana anda beraktifitas namun tidak secara khusus ingin mencapai keahlian itu. Hal menarik diketahui apakah tingkat ICT literacy bisa mempengaruhi frekwensi ritualitasnya.

Setiap media mempunyai potensi untuk melakukan fungsi ritual dan integrasi, tetapi media menjalankan fungsi tersebut mempunyai perbedaan cara. Media genre lama, seperti televisi dan buku, memusatkan sumber-sumber produksi situasi dan cirri-ciri dengan khalayak yang dapat dikenali. Namun media penyiaran menyediakan sedikit peluang untuk berinteraksi dengan yang lain dan yang mengendalikan keputusan apakah cerita akan dibaca atau tidak dibaca. Anda mendengan dan menonton, tetapi media tidak berkata balik, atau berinteraksi dengan anda. 

Sebaliknya, kita menggunakan media genre baru seperti berbagai ritual yang membuat kita merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada kita sendiri. Media diritualkan karena mereka menjadi kebiasaan, diformalkan, dan mengambil nilai-nilai yang lebih besar daripada yang digunakan media itu sendiri. Personal Data Assistant (PDA) seperti BlackBerry atau Palm Pilot sungguh mampu digunakan untuk memelihara saluran informasi yang terus berubah dengan saluran lain, bahkan lebih dari itu. Mungkin inilah mengapa orang tertentu suka memeriksa e-mail dalam BlackBerry ketika sedang bepergian di sepanjang jalan di Perancis misalnya. Bahkan kemudian, media terbaru, memungkin sesuatu untuk interaksi tetapi tidak serupa dengan tampilan dalam interaksi secara tatap muka. Karena itu, media terbaru menciptakan simulasi komputer yang mampu memberikan tampilan. Terjadi suatu interaksi tingkat tinggi, tetapi dengan computer, bukan dengan individu spesifik. Ide ini mendukung teori persamaan media (media-equation theory), yang mengatakan bahwa kita memperlakukan media seperti orang dan berhubungan dengan media seolah-olah mereka adalah orang (personifikasi media). Ini menjelaskan mengapa, sebagai contoh misalnya, pengguna komputer mungkin tampak kelihatan punya kepribadian, mengapa pengguna berbicara dengan komputer, mengapa pengguna menghargai apa yang dikerjakan computer pada pengguna, dan adakalanya pengguna akan sangat marah jika komputer berbuat jahat kepada pengguna.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson