Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Auditor Internal

Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Auditor Internal 
Awal dekade ini isu mengenai profesionalisme marak diperbincangkan menyusul banyaknya skandal akuntansi yang terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di dunia seperti Enron Corp, Xerox Corp, WorldCom hingga Walt Disney. Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik The Big Six yang melakukan audit terhadap laporan keuangan Enron Corp. Arthur Andersen dituding tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, akan tetapi hampir semua klien yang berada dalam naungannya (Majalah Auditor Internal, 2002 : 8). Adanya kasus-kasus yang melibatkan auditor tersebut mengakibatkan komitmen profesional seorang auditor semakin dipertanyakan dimana kode etik profesional telah dilanggar. 


Komitmen profesional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Larkin : 1990 dalam Trisnaningsih : 2004). Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif, auditor perlu memelihara standar perilaku yang tinggi dan memiliki standar praktik pelaksanaan pekerjaan yang handal (SPAI, 2004 : 1).


Komitmen yang tak kalah pentingnya harus dimiliki oleh seorang auditor, selain komitmen profesional adalah komitmen organisasional. Komitmen organisasi merupakan tingkat sampai sejauh mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Seringkali, komitmen organisasional diartikan secara individu dan berhubungan dengan keterlibatan orang tersebut pada organisasi tersebut (Ikhsan dan M Ishak, 2005 : 35). 


Dengan dimilikinya komitmen organisasional dan komitmen profesional yang tinggi pada diri seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya, maka dapat mendorong adanya iklim kerja yang mendukung auditor untuk mencapai prestasi yang nantinya dapat menciptakan kepuasan kerja auditor itu sendiri. . Kepuasan kerja dianggap sangat penting karena adanya biaya akibat ketidakpuasan (dissatisfaction) dalam employee turnover, absenteeism dan kinerja pekerjaan (Beck : 2000 dalam Puspitasari : 2005).


Penelitian mengenai komitmen dan kepuasan kerja auditor dianggap sebagai topik yang menarik untuk deteliti lebih lanjut karena adanya ketidakkonsistenan dalam hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang diantaranya dilakukan oleh Aranya et.al pada tahun 1982 dan Sri Trisnaningsih pada tahun 2003 dan 2004. Sama seperti penelitian sebelumnya yaitu dengan menambahkan variabel motivasi sebagai variabel moderating, peneliti tertarik untuk mencoba menganalisis kembali hubungan antara komitmen profesional dan komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja tetapi berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan menggunakan auditor internal sebagai subjek penelitian.


TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Suatu komitmen profesional pada dasarnya merupakan persepsi yang berintikan loyalitas, tekad dan harapan seseorang dengan dituntun oleh sistem nilai atau norma yang akan mengarahkan orang tersebut untuk bertindak atau bekerja sesuai prosedur-prosedur tertentu dalam upaya menjalankan tugasnya dengan tingkat keberhasilan yang tinggi (Larkin : 1990 dalam Trisnaningsih : 2004). Hall (1968) dalam Khikmah (2005), kemudian dirumuskan lagi oleh Kalbers dan Forgarty (1995) dalam Palma (2006) mengemukakan lima aspek profesionalisme antara lain: (1). Hubungan dengan sesama profesi (community affiliation). Elemen ini berkaitan dengan pentingnya menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan, (2). Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand), yaitu suatu pandangan menyatakan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak lain(pemerintah, klien atau yang bukan anggota profesi), (3). Keyakinan terhadap peraturan sendiri atau profesi (belief self regulation), maksudnya bahwa yang paling berwenang dalam penilaian pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan ”orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka, (4). Dedikasi pada profesi (dedication). Elemen ini merupakan pencerminan dari dedikasi profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki untuk tetap teguh dalam melaksanakan pekerjaannya meskipun imbalan ekstrinsik yang diterima dikurangi, (5). Kewajiban sosial (social obligation). Elemen ini menunjukkan pandangan tentang pentingnya profesi serta manfaat yang didapatkan baik oleh masyarakat maupun profesional karena ada pekerjaan tersebut. 


Komitmen profesional pada dasarnya dapat dijadikan gagasan yang mendorong motivasi seseorang dalam bekerja. Gibson et. al (1993 : 94) mengutarakan bahwa motivasi adalah suatu konsep yang kita gunakan jika kita menguraikan kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap atau di dalam diri individu untuk memulai dan mengarahkan perilaku. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Meskipun bukan satu-satunya determinan tetapi motivasi dapat dikatakan sebagai determinan yang penting bagi prestasi seorang individu. Komitmen profesional akan mengarahkan pada motivasi kerja secara profesional juga. Seorang profesional yang secara konsisten dapat bekerja secara profesional dan dari upayanya tersebut mendapatkan penghargaan yang sesuai, tentunya akan mendapatkan kepuasan kerja dalam dirinya. Oleh karena itu, motivasi tidak dapat dipisahkan dengan kepuasan kerja yang seringkali merupakan harapan seseorang (Trisnaningsih : 2004). 


Komitmen yang tak kalah pentingnya untuk dimiliki oleh seorang auditor internal adalah komitmen organisasional. Suatu komitmen organisasional menunjukkan suatu daya dari seseorang dalam mengidentifikasikan keterlibatannya dalam suatu bagian organisasi (Modway et al : 1982 dalam Trisnaningsih : 2004). Trisnaningsih (2004) mengemukakan jika seseorang yang bergabung dengan suatu organisasi tentunya membawa keinginan-keinginan, kebutuhan dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja baginya, bersama-sama dengan organisasinya berusaha mencapai tujuan bersama dan untuk bekerja sama dan berprestasi kerja dengan baik, seorang karyawan harus mempunyai komitmen yang tinggi pada organisasinya. Komitmen organisasional dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam oganisasi itu. Komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya (Robbins, 2001 : 140). 


Meyer dan Allen (1991,1997) dalam Ikhsan dan M Ishak (2005 : 36) mengemukakan tiga komponen mengenai komitmen organisasi antara lain: (1). Komitmen Afektif (affective commitment), terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau psokologis terhadap organisasi. (2). Komitmen Kontinu (continuance commitment), muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia membutuhkan organisasi tersebut. (3). Komitmen Normatif (normative commitment), timbul dari nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota suatu organisasi karena memiliki kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan. Jadi, karyawan tersebut tinggal di organisasi itu karena dia merasa berkewajiban untuk itu. 


Sama halnya dengan komitmen profesional, komitmen organisasional seseorang dapat tumbuh saat pengharapan kerjanya dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik yaitu saat seseorang merasa bahwa organisasi dimana ia bekerja telah memperhatikan kebutuhan dan pengharapan mereka atas pekerjaan yang telah mereka laksanakan yang tecermin dengan diberikannya penghargaan kepadanya entah dalam bentuk misalnya seperti gaji atau promosi jabatan. Harapan-harapan kerja inilah yang dapat disebut sebagai motivasi seseorang dalam melaksanakan pekerjaan yang diembankan kepadanya. Selanjutnya, jika seseorang dalam sebuah organisasi merasa bahwa harapan-harapan kerjanya yang dijadikan motivasi tersebut terpenuhi oleh organisasi maka nantinya akan menimbulkan kepuasan kerja. 


Istilah kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja itu; seorang yang tak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan itu (Robbins, 2001 : 139). Sikap tersebut berasal dari persepsi seseorang tentang pekerjaannya. Feldman dan Arnold (1983) dalam Setiawan dan Imam (2006) juga pernah menyimpulkan bahwa terdapat enam aspek yang dianggap paling dominan dalam studi kepuasan kerja yaitu gaji (pay), kondisi pekerjaan (working conditions), kelompok kerja (work group), supervisi (supervision), promosi (promotion) dan pekerjaan itu sendiri (the work it self). Dengan demikian, dapat dikatakan apabila seseorang, dalam hal ini auditor internal, jika ia memiliki komitmen profesional, maka akan mengarah pada terciptanya motivasi secara profesional dan dengan adanya motivasi yang tinggi maka akan menimbulkan kepuasan kerja pada auditor internal. 


Motivasi merupakan salah satu faktor yang mendorong sumber daya manusia dalam sebuah organisasi terlibat dalam membentuk goal congruence. Motivasi yang membuat sumber daya manusia melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Motivasi juga membuat sumber daya manusia meraih kepuasan (satisfaction) dalam pekerjaan mereka. Kebanggaan atas apa yang telah dicapai sehingga menimbulkan rasa puas (satisfy), dapat pula disebut sebagai motivasi (Puspitasari : 2005). Saat ini, motif yang sering dipelajari dan mendominasi studi dan aplikasi bidang perilaku organisasi adalah motif sekunder. Beberapa motif sekunder yang penting antara lain adalah kekuasaan, pencapaian atau prestasi dan afiliasi atau seperti yang umum digunakan saat ini adalah n Pow (need for power), n Ach (need for achievement) dan n Aff (need for affiliation). Selain itu, terutama dalam perilaku organisasi, kebutuhan atas keamanan dan kebutuhan atas status merupakan motif sekunder yang penting (Luthans, 2005 : 272). Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan guna mencapai sasaran akhir yaitu kepuasan kerja. Namun demikian, tidak hanya motivasi saja yang berperan dalam membentuk kepuasan kerja. Adanya komitmen terhadap organisasi dan profesi juga memiliki peran dalam menciptakan kepuasan kerja (Puspitasari : 2005), (kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada lampiran).


Dengan demikian diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Komitmen organisasional memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
H2: Komitmen profesional memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
H3: Motivasi memoderasi hubungan antara variabel komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.
H4: Motivasi memoderasi hubungan antara variabel komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal.


METODE PENELITIAN

1. Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil adalah auditor internal yang sedang mengikuti sertifikasi Qualified Internal Auditor di Kantor Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) Jakarta periode 3-14 desember 2007 sebanyak 43 peserta. Penentuan sampel dengan menggunakan metode Simple Random Sampling dengan rumus Slovin (Umar, 2005 : 78) menunjukkan sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 31.


Dari 43 kuesioner yang didistribusikan, ternyata hanya 26 kuesioner yang kembali dan dapat digunakan. Hal ini menyebabkan margin of error yang semula sebesar 10% bergesar menjadi 12,33%. 


2. Variabel dan Pengukurannya
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja auditor internal(Internal Auditor’s Job Satisfaction). Kepuasan kerja didefinisikan sebagai tingkat kepuasan individu dengan posisinya dalam organisasi secara relatif dibandingkan dengan teman sekerja lainnya (Trisnaningsih : 2004). Pengukuran kepuasan kerja dilakukan dengan menggunakan instrumen berdasarkan enam aspek paling dominan dalam studi kepuasan kerja menurut Feldman dan Arnold (1983) dalam Setiawan dan Imam (2006) yaitu gaji (pay), kondisi pekerjaan (working conditions), supervisi (supervision), kelompok kerja (work group), promosi (promotion) dan pekerjaan itu sendiri (the work it self) yang terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan dengan 5 (lima) poin skala Likert.


Terdapat dua variabel independen dalam penelitian ini. Yang pertama adalah komitmen organisasional, yaitu kekuatan individu yang didefinisikan dengan dan dikaitkan bagian organisasi. Hal ini akan merefleksikan sikap individu yang akan tetap sebagai anggota organisasi ditunjukkan dengan kerja kerasnya (Trisnaningsih : 2004). Pengukuran komitmen organisasional dilakukan dengan memodifikasi instrumen yang pernah dikembangkan oleh R. T. Modway, R. M. Steers, and L. W. Porter (1979) dalam penelitian Dennis P. Bozeman dan Pamela L Perrewe (2001) dan Sri Trisnaningsih (2003) yang terdiri dari 4 (empat) item pertanyaan mengenai komitmen organisasi afeksi, 4 (empat) item pertanyaan mengenai komitmen organisasi kontinu dan 3 (tiga) item pertanyaan mengenai komitmen normatif dengan 5 (lima) poin skala Likert. Variabel independen yang kedua adalah komitmen profesional, yaitu tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu (Trisnaningsih : 2004). Pada penelitian ini, pengukuran komitmen profesional dilakukan dengan memodifikasi instrumen yang pernah digunakan oleh Chyntia Dwi Palma (2006) tentang lima dimensi komitmen profesional yang sebelumnya dikembangkan oleh Hall (1968), terdiri dari 19 (sembilan belas) item pertanyaan dengan 5 (lima) poin skala Likert.


Dalam penelitian ini, motivasi berperan sebagai variabel moderating. Motovasi dipandang sebagai kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau berperilaku tertentu (Trisnaningsih : 2004). Pengukuran variabel motivasi dilakukan dengan 10 pertanyaan dengan 5 (lima) poin skala Likert berdasarkan motivasi sekunder menurut Luthans (2005) seperti kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan keamanan (need for safety), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), kebutuhan akan status (need for status), dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation).


3. Jenis Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
Merupakan penelitian survei dengan metode pengumpulan data secara primer dan sekunder yaitu menggunkan data yang diperoleh dengan menggunakan kuisioner yang dikembangkan dari kuisioner penelitian-penelitian sebelumnya dan dibagikan kepada responden. 


Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari literatur ilmiah dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain literatur audit internal, akuntansi keperilakuan, jurnal penelitian-penelitian terdahulu serta bukti dan catatan atau laporan historis yang diperoleh langsung dari YPIA Jakarta.


4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis hubungan komitmen organisasional dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor internal dengan motivasi sebagai variabel moderating digunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan Uji Nilai Selisih Mutlak dan untuk menguji ke-empat hipotesis digunakan Uji Signifikansi Parameter (Uji Statistik t). Langkah pertama, dilakukan Uji Kualitas Data terdiri dari Uji Validitas dan Reliabilitas. Pengujian validitas menggunakan metode Korelasi Product Moment Karl Pearson (Umar, 2005 : 133). Dengan degree of freedom(df) = (n-2) dan tingkat ssignifikansi 95%(α = 0,05), kriteria pengujiannya adalah jika rhitung > rtabel, maka pertanyaan tersebut valid atau jika rhitung ≤ rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid. Uji Reliabilitas menggunakan metode Alpha Cronbach. Dengan degree of freedom(df) = (n-2) dan α = 0,05 maka jika ralpha positif dan ralpha > rtabel, pertanyaan dinyatakan reliabel atau jika ralpha positif dan ralpha ≤ rtabel, pertanyaan dinyatakan tidak reliabel. Sebelum masuk ke uji selanjutnya, data ordinal yang diperoleh dari hasil kuesioner harus diubah menjadi data interval dengan menggunakan Methode of Successive Interval (MSI).


Berdasarkan pada alat analisis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Regresi Linier Berganda (Multiple Regression) maka dapat dilakukan dengan pertimbangan tidak adanya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik antara lain normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas (Gujarati, 1992 : 186) agar model penelitian memberikan hasil estimasi yang terbaik atau BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). 


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Uji Kualitas Data
a. Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Organisasi (x1)
Dari 11 item pertanyaan, nilai rhitung 10 (sepuluh) item pernyataan lebih besar dari rtabel (0,388) pada taraf kepercayaan 95%, 1 (satu) item pernyataan rhitung –nya lebih kecil dari rtabel jadi dinyatakan tidak valid (tabel 1 pada lampiran).


b. Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Profesional (x2)
Dari 19 belas item pertanyaan, terdapat 11 (sebelas) item pertanyaan rhitung yang lebih besar dari rtabel (0,388) dengan taraf kepercayaan 95% artinya 11 (sebelas) item pernyataan tersebut dinyatakan valid sedangkan sisanya 8 (delapan) item pernyataan tidak valid karena memiliki rhitung lebih kecil dari r­tabel (tabel 2 pada lampiran).


c. Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi (x3)
Seluruh item pernyataan dinyatakan valid karena memiliki rhitung lebih besar dari rtabel (0,388) dengan taraf kepercayaan 95% (tabel 3 pada lampiran).


d. Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja (y)
Seluruh item pernyataan yaitu 6 (enam) item dinyatakan valid karena rhitung –nya lebih besar dari rtabel (0,388) dengan taraf kepercayaan 95% (tabel 4 pada lampiran).


e. Hasil Uji Reliabilitas
Dari hasil uji reliabilitas, didapatkan rhitung x1 (0,866), x2 (0,820), x3 (0,806) dan y (0,779), lebih besar dari rtabel (0,388), artinya seluruh variabel penelitian dapat dikatakan reliabel (tabel 5 pada lampiran). 


2. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Hasil Uji Normalitas Data
Dengan bantuan SPSS 12.0 for windows di dapat hasil uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov – Smirnov didapat nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0,945 > α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.


b. Hasil Uji Multikolinearitas
Dengan bantuan SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil uji Multikolinearitas untuk setiap variabel dengan nilai VIF x1 (1,450), x2 (1,430), x3 (1,625), x1-x3 (1,561), x2-x3 (1,492) yang artinya tidak terjadi multikolinearitas karena nilai VIF berada diantara 1-10. 


c. Hasil Uji Heterokedastisitas
Menggunakan metode Park Glejser dengan bantuan SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil bahwa nilai sig. x1 (0,105), x2 (0,185), x3 (0,660), x1-x3 (0,069), x2-x3 (0,984) lebih besar dari α (0,05), artinya variabel-variabel tersebut tidak mengalami heterokedastisitas.


3. Hasil Uji Hipotesis & Pembahasan

a. Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil analisis regresi linier berganda dengan dibantu SPSS 12.0 for windows dapat dilihat pada lampiran . Adapun model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:


y = 14,404-0,570x1+0,747x2–0, 849x3+1,410│Zx1 –Z x3│- 1,143│Zx2 – Zx3│ 


Secara stasistik persamaan regresi di atas dapat dinyatakan sebagai beruikut: 
Nilai konstanta sebesar 14,404 artinya jika komitmen organisasional (x1), komitmen profesional (x2), motivasi (x3), interaksi x1-x3 dan x2-x3 bernilai nol, maka nilai kepuasan kerja auditor internal (y) akan sebesar 14,404. 


Koefisien regresi variabel komitmen organisasi (x1) menunjukkan nilai negatif yaitu sebesar -0,570. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x1) berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), artinya semakin tinggi tingkat komitmen organisasional (x1) akan menyebabkan semakin rendah kepuasan kerja auditor internal (y). 


Hal ini dapat terjadi apabila auditor internal mendapat tekanan dari top manajemen yang menginginkan seluruh tindakannya harus sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam organisasi dimana ia bekerja. Dengan kata lain, terdapat mekanisme pengendalian birokratis organisasi yang tidak sesuai dengan norma, akuntan, etika dan kemandirian auditor internal sebagai seorang profesional (Ihksan. A dan M Ishak : 2005). Hasil ini juga mendukung pendapat Norris dan Niebuhr : 1983 (dalam Reed, Sarah et al : 1994) yang mengatakan bahwa pegawai dapat saja tidak puas dengan pekerjaannya tetapi tetap saja berkomitmen terhadap organisasi. 


Koefisien regresi variabel komitmen profesional (x2) menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 0,747. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x2) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y) yang artinya semakin tinggi tingkat komitmen profesional (x2) akan menyebabkan semakin tinggi kepuasan kerja auditor internal (y). 


Hasil regresi ini mendukung hasil analisis Aranya. N et. al (1982) dalam Setiawan . I. A dan Imam Ghozali (2006) yang menemukan bahwa komitmen profesional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. 
Koefisien regresi variabel motivasi (x3) menunjukkan nilai negatif sebesar -0,849. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional (x3) berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), artinya semakin tinggi tingkat motivasi (x3) akan menyebabkan semakin rendah kepuasan kerja auditor internal (y). 


Kepuasan kerja auditor bisa saja rendah apabila organisasi dimana auditor internal tersebut berada tidak dapat memenuhi apa yang menjadi motivasi auditor internal dalam bekerja. 
Koefisien variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 –Zx3│) memiliki nilai positif yaitu sebesar 1,410. Hal ini menunjukkan bahwa variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 – Zx3│) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y). Artinya, jika interaksi antara komitmen organisasi dengan motivasi mengalami satu satuan kenaikan maka semakin tinggi tingkat interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx1 -Zx3│) akan menyebabkan semakin tinggi pula kepuasan kerja auditor internal (y). 


Hasil regresi ini sejalan dengan pendapat Trisnaningsih (2004) yang bahwa komitmen organisasional dapat tumbuh manakala harapan kerja atau motivasi kerja dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik. Selanjutnya, dengan terpenuhinya harapan-harapan kerja ini akan menimbulkan kepuasan kerja. 
Koefisien variabel interaksi komitmen profesional dengan motivasi (│Zx2 – Zx3│) memiliki nilai negatif yaitu sebesar -1,143. Hal ini menunjukkan bahwa variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi (│Zx2 –Zx3│) berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja auditor internal (y), yang berarti jika interaksi antara komitmen profesional dengan motivasi mengalami satu satuan kenaikan maka semakin tinggi tingkat interaksi komitmen profesional dengan motivasi (│Zx2 – Zx3│) justru akan menyebabkan semakin rendahnya kepuasan kerja auditor internal (y). 


Kepuasan kerja auditor internal bisa saja rendah apabila motivasi kerja yang ia harapkan dapat ia peroleh dari organisasi ternyata tidak terpenuhi meskipun auditor internal tersebut mungkin memiliki komitmen profesional yang tinggi.


b. Pengujian Hipotesis

1) Hasil Pengujian Hipotesis 1
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for windows, diperoleh nilai -thitung (-0,656) > -ttabel (-2,069). ttabel (α = 0,05 dan df = 23), signifikasi sebesar 0,520 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel komitmen organisasi berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan komitmen organisasi memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal ditolak . 


2) Hasil Pengujian Hipotesis 2
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for windows, nilai thitung (0,702) < ttabel (2,069), ttabel (α = 0,05 dan df = 23) dan signifikasi sebesar 0,491 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel komitmen profesional berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis ke-dua yang menyatakan bahwa komitmen profesional memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal ditolak.


3) Hasil Pengujian Hipotesis 3
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for windows, diperoleh nilai thitung (1,129) < ttabel (2,069). ttabel (α = 0,05 dan df = 23) dan signifikasi sebesar 0,272 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel interaksi komitmen organisasi dengan motivasi berada pada daerah penerimaan H0. Dengan demikian, hipotesis ke-tiga yang menyatakan bahwa motivasi memoderasi hubungan komitmen organisasi dan kepuasan kerja auditor internal ditolak.


4) Hasil Pengujian Hipotesis 4
Dari hasil perhitungan SPSS 12.0 for windows, diperoleh nilai -thitung (-0,850) > -ttabel (-2,069), ttabel (α = 0,05 dan df = 23) dan signifikasi sebesar 0,405 lebih besar dari α = 0,05 maka variabel interaksi komitmen profesional dengan motivasi berada pada daerah penerimaan Ho. Dengan demikian, hipotesis ke-empat yang menyatakan bahwa motivasi memoderasi hubungan komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal ditolak.


c. Pembahasan
Penelitian ini mencoba menguji pengaruh komitmen organisasional dan komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor internal dengan menempatkan motivasi sebagai variabel moderating. Penelitian-penelitian serupa yang sebelumnya sudah pernah dilakukan menunjukkan hasil yang tidak konsisten.


Dari hasil analisis regresi (output pada lampiran) secara keseluruhan menunjukkan nilai R Square sebesar 0,141, berarti variasi perubahan kepuasan kerja auditor internal dijelaskan semua variabel sebesar 14,1 persen dan sisanya yaitu 85, 9 persen dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel tersebut. Artinya masih ada variabel lain yang harus dipertimbangkan jika ingin meningkatkan kepuasan kerja auditor internal selain ketiga faktor tersebut diatas. Menurut Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) kepuasan kerja kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain baik variabel endogen maupun variabel eksogen. Steers dan Mowday (1981) dalam Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) memberikan contoh variabel endogen tersebut antara lain values dan ekspektasi kerja sedangkan variabel eksogen antara lain alternative job opportunities serta kondisi ekonomi dan pasar. Maka dalam penelitian ini, kemungkinan sisa 85, 9 persen pengaruh variabel independen terdapat pada variabel endogen dan eksogen tersebut.


Dari perhitungan uji t untuk hipotesis 1 diperoleh –thitung (-0,656) > -ttabel (-2,069) dengan nilai signifikansi sebesar 0,520 lebih besar dari α = 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja auditor internal. Dengan demikian, hasil uji ini tidak mendukung pernyataan hipotesis pertama yang menyatakan komitmen organisasional memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal.


Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2004) terhadap akuntan pendidik di Surabaya yang menunjukkan bahwa secara parsial, komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik ynag bekerja pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang terdaftar pada kantor Ikatan Akuntan Indonesia Surabaya per 31 Januari 2003. Hal ini dapat disebabkan karena lingkungan responden atau auditor internal yang dijadikan sebagai sampel. Lingkungan kerja memilii dampak terhadap sikap dan perilaku karyawan (Aranya. N dan K. R. Ferris :1984). Hal ini telah menjadi perhatian dari penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan antara organisasi dengan karyawan profesionalnya. Lingkungan kerja tersebut kemungkinan menunjukkan adanya perbedaan nilai dan norma sebuah orgnisasi dan auditor internal sebagai suatu profesi (Blau dan Scott : 1962 dalam Aranya. N dan K. R. Ferris : 1984). Temuan ini juga sejalan dengan Teori Agensi yang memiliki sudut pandang bahwa prinsipal (pemilik atau top manajemen) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien tetapi terdapat perbedaan informasi antara atasan dan bawahan yang mengakibatkan terjadi konflik peran yaitu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian auditor sebagai seorang profesional (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005). Kemungkinan hal-hal inilah yang mengakibatkan komitmen organisaional tidak begitu berpengaruh terhadap kepuasan kerja auditor internal.


Hasil Uji Statistik t untuk hipotesis ke-dua diperoleh thitung (0,702) < ttabel (2,069) dengan nilai signifikansi sebesar 0,491 lebih besar dari α = 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari komitmen profesional terhadap kepuasan kerja auditor internal. Dengan demikian, hasil uji ini tidak mendukung hipotesis yanng diajukan.


Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Trisnaningsih (2004) yang dilakukan terhadap akuntan pendidik di Surabaya yang menunjukkan bahwa secara parsial komitmen profesional tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik tersebut tetapi hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Trisnaningsih (2003) yang sebelumnya pernah dilakukan terhadap auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur yang terdaftar pada direktori Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) per 31 Januari 2000 yang menunjukkan bahwa komitmen profesional memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. Inkonsistensi hasil ini dikarenakan oleh sampel yang digunakan peneliti. Tingkat komitmen profesional auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik lebih tinggi dibandingkan dengan rekannya yang bekerja pada organisasi non-profesi yaitu auditor internal dan akuntan pendidik. Hal ini sesuai dengan pendapat Aranya. N dan K. R. Ferris (1984) yang menyatakan tinggi rendahnya komitmen profesional auditor dipengaruhi oleh organisasi dimana dia bekerja. Auditor yang bekerja pada organisasi profesi lebih tinggi komitmen profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang bekerja pada organisasi non-profesi. Tinggi rendahnya komitmen profesional ini dapat disebabkan oleh tinggi rendahnya konflik organisasional-profesional yang di alami oleh auditor itu sendiri. Yang terjadi pada auditor internal yang bekerja pada organisasi non-profesi adalah standar profesi internal auditor yang menuntut mereka untuk mencapai unbiased professional judgment dan tidak dipengaruhi oleh top manajemen untuk mendapatkan performa audit yang objektif (IIA :1981 dalam Harrell et. al :1986) tetapi ketika auditor internal mencapai professional judgment yang objektif, judgment tersebut bertentangan dengan norma dan tujuan yang dianut oleh manajemen organisasi dimana auditor internal tersebut bekerja. Tingkat konflik organisasional-profesional inilah yang dapat menjadi faktor diterminan kepuasan kerja profesional (Glaser : 1964, Hall : 1968, Brief dan Aldag : 1980, Tuma dan Grimes :1981 dalam Aranya. N dan K. R. Ferris : 1984).


Hipotesis ke-tiga dan ke-empat adalah motivasi memoderasi hubungan komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal dan motivasi memoderasi hubungan komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal. Hipotesis tersebut diuji dengan Uji Statistik t dimana menggunakan metode Uji Selisih Mutlak. Dari variabel interaksi komitmen organisasional dengan motivasi diperoleh thitung (1,129) < ttabel (2,069) dengan tingkat signifikansi 0,272 lebih besar dari α = 0,05 artinya interaksi komitmen organisasional dengan motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal atau dengan kata lain motivasi tidak memoderasi hubungan komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.


Dengan demikian, hasil penelitian ini tidak mendukung teori dan temuan Trisnaningsih (2004) yang menyatakan bahwa semakin tinggi motivasi, maka pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja akan meningkat. Sebaliknya jika motivasi yang dimiliki rendah maka pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja juga akan rendah.


Sedangkan untuk hipotesis ke-empat, dari hasil uji Statistik t dengan metode selisih mutlak diperoleh –thitung (-0,850) > -ttabel (-2,069) dengan tingkat signifikansi 0.405 lebih besar dari α = 0,05 artinya, bahwa interaksi komitmen profesional dan motivasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja atau dengan kata lain motivasi tidak memoderasi hubungan komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal.


Hasil penelitian ini mendukung temuan Trisnaningsih (2004) yaitu bahwa secara parsial variabel interaksi komitmen profesional dan motivasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan pendidik di Surabaya tetapi tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa dengan motivasi yang tinggi maka komitmen profesional akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.


Motivasi dalam penelitian ini gagal atau tidak mampu bertindak sebagai variabel moderating. Hal ini kemungkinan terjadi dikarenakan auditor internal sebagai agen dan pemilik atau top manajemen sebagai prinsipal menurut Teori Agensi termotivasi oleh kepentingan-kepentingannya sendiri dan seringkali kepentingan antara keduanya berbenturan seperti juga diasumsikan pada Teori Agensi bahwa top manajemen sebagai prinsipal lebih suka memberikan kompensasi kepada auditor internal sebagai agen seringkali didasarkan kepada hasil sedang auditor internal merasa akan puas apabila sistem kompensasi tidak semata-mata hanya dilihat dari hasil tetapi juga dari tingkat usahanya (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005). Hal tersebut juga tidak lepas dari konflik peran yang dialami oleh auditor internal pada organisasi dimana ia bekerja dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan berpotensi untuk menurunkan motivasi kerja (Ikhsan. A dan M. Ishak : 2005) 


KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
1. Kesimpulan

1. Komitmen organisasional tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
2. Komitmen profesional tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor internal,
3. Motivasi tidak memoderasi hubungan antara variabel komitmen organisasional dan kepuasan kerja auditor internal.
4. Motivasi tidak memoderasi hubungan antara variabel komitmen profesional dan kepuasan kerja auditor internal.


2. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang diambil maka dapat diimplikasikan bahwa ternyata hubungan antar variabel-variabel tersebut bersifat kontekstual. Oleh karena itu disarankan untuk penelitian selanjutnya dalam kaitannya mengukur variabel seperti komitmen organisasional, komitmen profesional, motivasi dan kepuasan kerja auditor perlu dilakukan dengan pendekatan-pendekatan psikologis dan tidak hanya sekedar melalui kuesioner. 


Kemudian, sebelum kuesioner didistribusikan, dilakukan uji validitas terlebih dahulu untuk mengatasi adanya item pertanyaan yang tidak valid yang nantinya tidak dapat digunakan dalam uji selanjutnya sehingga dapat dikoreksi dan diperbaiki. Selain itu, dapat dicoba untuk diteliti apakah kepuasan kerja merupakan anteseden bagi konstruk komitmen, baik komitmen organisasional maupun komitmen profesional. Jadi bukan sebagai konsekuensi seperti dalam penelitian ini. Untuk penelitian selanjutnya juga dapat dicoba untuk diteliti dan dibuktikan kembali bahwa konflik organisasional – profesional memiliki peran dalam pembentukan tinggi rendahnya komitmen, baik organisasional dan profesional serta kepuasan kerja auditor internal serta keberpengaruhannya terhadap variabel-variabel tersebut.


3. Keterbatasan
1. Model penelitian ini belum mampu menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja auditor internal. Masih terdapat 85,9 persen pengaruh yang berasal dari variabel-variabel yang tidak diteliti.
2. Peneliti tidak dapat melakukan wawancara langsung dengan responden atau tidak terlibat langsung dalam penyebaran kuesioner sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis.
3. Jumlah sampel yang kecil yaitu < 30 karena tidak semua responden mengembalikan kuesioner dapat menyebabkan nilai margin of error menjadi lebih besar dari yang semula telah ditetapkan yaitu 10% menjadi 12,33%.


Daftar Pustaka
Anonim. 2002. ”Modus dan Mimpi Buruk Bisnis AS”. Majalah Auditor Internal : Media Auditing dan Corporate Governance. Edisi 2. September 2002. Jakarta: Penerbit Auditor Internal.


Aranya. N., Kenneth R. Ferris. 1984. “A Reexamination of Accountants’ Organizational-Profesional Conflict”. The Accounting Review. Vol LIX. No. 1 .January 1984. American Accounting Association. 


Bozeman, Dennis P., Pamela L Perrewe. 2001. “The Effect of Item Content Overlap on Organization Commitment Questionnare-Turn Cognitions Relationships”. Journal of Applied Psycology. Volume 86. No. 1. American Psycological Association, Inc.


Gibson, James L., John M Ivancevich. dan James H Donnelly Jr. 1993. Organisasi: Perilaku, Struktur dan Proses. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.


Gujarati, Damodar. 1992. Essentials Of Econometrics. International Edition. Singapore: McGraw-Hill. 


Ikhsan, Arfan., Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat


Khikmah, Siti Noor. 2005. ”Pengaruh Profesionalisme terhadap Keinginan Berpindah Dengan Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening”. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem Informasi. Volume 5. Agustus 2005. Semarang: Program Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.


Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. 2004. Standar Profesi Audit Internal. Jakarta: Yayasan Pendidikan Internal Audit.


Palma, Chyntia Dwi. 2006. ”Pengaruh Dimensi Komitmen Profesional terhadap Kinerja Auditor Internal (Studi Kasus pada Kantor Inspeksi PT. Bank Rakyat Indonesia Semarang)”. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Purwokerto: Fakutas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman.


Puspitasari, Irma Ayu. 2005. ”Pengaruh Komitmen Organisasional, Komitmen Profesi dan Dukungan Rekan Kerja`terhadap Kepuasan Kerja Auditor Internal Pemerintah”. Skripsi S1 (tidak dipublikasikan). Jogjakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.


Reed. Sarah A., Stanley H. Kratchman and Robert H. Strawser. 1994. “Job Satisfaction, Organizational Commitment and Turnover Intentions of United States Accountants : The Impact of Locus of Control and Gender”. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 7. No. 1. pp 31-58. University Press.


Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jilid 1. Edisi 8. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Setiawan, Ivan Aries., Imam Ghozali. 2006. Akuntansi Keperilakuan: Konsep dan Kajian Empiris Perilaku Akuntan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro


Trisnaningsih, Sri. 2003. ”Pengaruh Komitmen terhadap Kepuasan Auditor: Motivasi sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Volume 6., No. 2., Mei 2003. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pendidik.


------------------. 2004. ”Motivasi Sebagai Moderating Variable Dalam Hubungan Antara Komitmen dengan Kepuasan kerja(Srudi Empiris pada Akuntan Pendidik di Surabaya)”. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Sistem Informasi. Volume 4. Januari 2004. Semarang: Program Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.

Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
 

Contoh Contoh Proposal Copyright © 2011-2012 | Powered by Erikson